Rabu, 17 Oktober 2012

Rohis Hilang Tawuran Datang


Di tengah minimnya jam pelajaran agama di kelas, kehadiran ROHIS sebagai wadah kegiatan ekstrakurikuler sangatlah urgen. Rohis dapat meningkatkan sikap religius siswa. Melalui rohis siswa memiliki kesempatan yang cukup besar untuk mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan. Sebut saja kegiatan MABIT (Malam Bina Iman dan Taqwa). Dalam kegiatan satu malam ini para siswa bisa mendapatkan suasana religius yang jarang didapati di rumah. Sepanjang malam seluruh siswa berkesempatan untuk bersama-sama mendekatkan diri kepada Allah SWT. Bisa berupa sholat Isya berjamaah, sholat tahajjud, dan tadarus Al-Qur’an. Kegiatan ini secara langsung dapat membantu pembiasaan memanfaatkan waktu malam untuk ibadah. Selain itu di dalam wadah rohis para siswa dapat meningkatkan pemahaman keislaman melalui kajian hadits, fiqih, aqidah, akhlak, dan tarikh.  Bukan hanya itu, kajian khusus untuk membahas problematika remaja dengan cara pandang Islam menjadikan para siswa memiliki kepribadian yang Islami (syakhshiyah Islamiyah). Mereka menjadi siswa yang memahami halal dan haram, terikat dengan aturan agama dan taat beribadah. Semua itu akan menjadi pondasi awal bagi mereka jika kelak menjadi pemimpin ataupun yang dipimpin di dalam masyarakat. Kehadiran rohis setidaknya menjadi solusi mengeliminir tawuran antar pelajar yang kini marak terjadi.
Menurut data KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) angka tawuran pelajar terus meningkat dari tahun ke tahun. Data di Jakarta misalnya (Bimmas Polri Metro Jaya), tahun 1992 tercatat 157 kasus perkelahian pelajar. Tahun 1994 meningkat menjadi 183 kasus dengan menewaskan 10 pelajar, tahun 1995 terdapat 194 kasus dengan korban meninggal 13 pelajar dan 2 anggota masyarakat lain. Tahun 1998 ada 230 kasus yang menewaskan 15 pelajar serta 2 anggota Polri, dan tahun berikutnya korban meningkat dengan 37 korban tewas. http://www.kpai.go.id. Sementara itu Ketua Umum Komnas Anak Arist Merdeka Sirait menyatakan sepanjang enam bulan pertama tahun 2012 lembaganya mencatat ada 139 kasus tawuran pelajar, lebih banyak dibanding periode sama tahun lalu yang jumlahnya 128 kasus. (tribunews.com)
Terkini, tawuran antar pelajar telah menelan 2 korban jiwa, Deni Januar (17) pelajar SMK Yayasan karya 66 (Yake) dan Alawy siswa SMAN 6. Mensikapi maraknya tawuran antar pelajar para pakar pendidikan selalu memasukan faktor lemahnya pendidikan agama sebagai salahsatu penyebab siswa tawuran disamping faktor ekonomi, lemahnya perhatian orang tua dan buruknya lingkungan. Disinilah relevansi pentingnya kehadiran rohis di sekolah.
Namun sayang, rohis yang menjadi salah satu wadah pembentukan karakter siswa yang berakhlak ini, kini dituding sebagai sarang teroris. Basis rekrutmen generasi muda teroris. Dalam Program dialog Metro TV, narasumber Guru Besar Universitas Islam Negeri Jakarta Bambang Pranowo menyampaikan hasil ‘penelitiannya’. Menurutnya ada lima pola rekrutmen teroris muda. Salah satunya melalui ekstrakurikuler di masjid-masjid sekolah. Pada tayangan grafik versi Pranowo, Metro TV membubuhkan judul yang sangat provokatif “Awas, generasi Baru teroris! sungguh tuduhan yang sangat keji!
Apa yang disampaikan Pranowo  dan Metro TV semakin menguatkan keyakinan banyak orang bahwa war on terrorism is war against Islam.
Ini adalah stigma. Stigma yang dimaksudkan untuk membunuh karakter rohis, aktivisnya dan ajaran Islam. Stigma ini adalah terror yang menakut-nakuti agar para siswa menjauh dari rohis. Terror bagi orang tua siswa agar tidak mengizinkan putra-putrinya aktif bersama rohis. Dan teror terhadap institusi sekolah agar menutup kegiatan rohis, jika tidak ingin dicap melindungi base camp pembinaan teroris.
Stigma seperti ini persis sama dengan yang dilakukan para pemuka Mekkah saat menghadang laju dakwah Rasulullah SAW. Mereka menyebut Muhammad SAW sebagai orang gila, dukun atau tukang sihir. Dengan cara begitu mereka berharap manusia menjauhi Nabi SAW dan mengabaikan dakwahnya. Para pengikut Muhammad pun mereka katakan sebagai orang-orang bodoh yang senang membuat kerusakan (QS Al Baqarah [2]: 12-13)
Namun stigma itu tidak menyurutkan langkah dakwah Rasulullah SAW bersama para sahabat ra. Keimanan mereka kepada Islam bertambah kuat. Mereka tidak gentar sedikitpun meski mengalami penyiksaan dan isolasi sampai Allah memenangkan dan memuliakan mereka dengan Islam.
Demikianlah juga seharusnya dengan rohis, tetap maju mengembangkan program-programnya, tidak gentar oleh terror hingga Allah menampakkan makar jahat pihak-pihak yang memusuhi Islam. Umat pun akan bangkit membela Islam.
Sekolah perlu memberikan ruang gerak yang luas kepada Rohis agar dapat merealisasikan programnya dengan memberikan dukungan fasilitas, dana, dan waktu. Terakhir, dukungan dari orang tua kepada putra-putrinya untuk mengembangkan kemampuan berorganisasi dengan memberikan kepercayaan bahwa berorganisasi di Rohis akan membentuk sikap yang baik dan bermanfaat. Karena jika teror ini berhasil menciutkan nyali anak-anak rohis, para orang tua dan pihak sekolah maka rohis akan bubar. Tidak ada lagi wadah kreativitas siswa yang dapat memupuk dan menguatkan keimanan para pelajar di sekolah. Meng ‘iyakan’ pendapat para pakar pendidikan, tanpa pemahaman agama bukan mustahil tawuran antar pelajar akan terus meningkat. Rohis hilang tawuran datang. Wallahu ‘Alam bi Ash shawab.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar